Tegal- Pare atau peria (momordica charantia), sangat subur ditanam di dataran rendah, tidak terlalu membutuhkan sinar matahari. Di Desa Jatimulya, Kecamatan Suradadi, (ketinggian 8-13 mdpl), pare juga dibudidayakan oleh sebagian kecil petani, salah satunya Sukheri (41), Kadus Gemahsari dan Grogolan.
Tampak Babinsa Jatimulya, dari Koramil 05 Suradadi, Serda Mursidi, mendapatkan pencerahan dari Sukheri tentang cara budidaya, manfaat dan pemasarannya, di sawah seluas seperempat hektar miliknya yang ada di Dukuh Sigerung, sekitar pembangunan jalan TMMD Reguler 105 Kodim 0712 Tegal. Minggu (21/7/2019).
Dijelaskan Sukheri, pare mulai berbuah pada usia diatas 4 bulan atau 50-60 hari pasca tanam. Panen dapat dilakukan selama 2 kali dalam seminggu sampai dengan 12-14 kali. Harga di pasaran saat ini adalah Rp. 3.000 per kilo, sedangkan pare merah Rp. 3.500 per kilonya. Harga sewaktu-waktu dapat berubah tergantung permintaan pasar, terlebih saat ini musim kemarau bisa mencapai Rp. 5.000 per kilo.
“Pare termasuk buah yang rendah kalori, kaya serat, vitamin dan mineral. Manfaatnya sangat banyak sehingga dijadikan obat herbal untuk mencegah, meringankan atau menyembuhkan berbagai penyakit,” bebernya.
Sementara ditanya terkait pembangunan jalan, dirinya mengucapkan terima kasih kepada TNI dan pemerintah serta seluruh pihak yang telah membantu, karena jalan yang sedang dikerjakan, berupa makadam selebar 3 meter dengan panjang 1,6 kilometer dan 702 meter, serta pengaspalan jalan sepanjang 1,1 kilometer, akan sangat vital nantinya dalam mendongkrak harga jual panen.
Diketahui, selama ini para tengkulak membeli dengan harga yang murah, antara Rp. 1.500-3.000 per kilonya. Ini semua terkait akses menuju persawahan yang sulit dan harus menggunakan traktor atau dipikul saat musim hujan.
“Terima kasih TNI dan pemerintah serta semua yang telah membantu membangun jalan pertanian kami,” ucapnya. (Aan)