PADANG PANJANG, mediaterobos.com – Difasilitasi Pemprov Sumbar melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Dinas Energi Sumberdaya Mineral (ESDM) dan Balai Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda), tiga kabupaten/kota mempresentasikan industri kapur di daerahnya ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI, Jumat 9 April lalu.

Dalam kesempatan ini, Wali Kota Padang Panjang, H. Fadly Amran, BBA Datuak Paduko Malano memaparkan rencana revitalisasi industri kapur di Bukit Tui.

“Hal yang sama juga dilakukan bupati Agam dan bupati Sijunjung yang daerahnya juga punya potensi pertambangan batu kapur. Ekspose disampaikan di hadapan Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal BKPM RI, Bapak Yuliot,” sebut Kepala DPMPTSP Padang Panjang, Ewasoska, SH kepada Kominfo, Senin (12/4).

Tiga daerah ini, kata Ewa, akan berkolaborasi di bawah koordinasi Balitbangda Sumbar untuk meningkatkan nilai tambah produk kapur di Sumbar. Ada komitmen untuk pembelian produk kapur oleh PT Indah Kiat yang bisa diarahkan untuk UMKM industri kapur di Sumatera Barat yang akan didorong BKPM.

“Daerah diminta untuk mempersiapkan kemampuan UMKM masing-masing untuk memenuhi permintaan pasar ini,” ungkapnya.

Sementara itu, Wako Fadly dalam pemaparannya menyampaikan, sumberdaya terkira batu kapur Padang Panjang mencapai 6 juta ton dengan kualitas cukup baik yang kadar CaCO3-nya mencapai 97%. Potensi tambangnya memiliki luas mencapai 700 Ha.

“Pertambangan batu kapur ada di Bukit Tui yang sudah berjalan sejak lama, namun terkendala regulasi perizinan yang kewenangannya ada di pusat. Namun selaku pimpinan daerah, kami berupaya menjembatani dan memperjuangkan pemanfaatan kapur Bukit Tui untuk kesejahteraan masyarakat tempatan,” papar Fadly Amran.

Dijelaskannya lagi, Pemko Padang Panjang telah mengajukan revisi Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW) 2012-2032 yang salah satu fokusnya menyediakan kawasan pertambangan kapur yang dapat dimanfaatkan dan dikelola untuk industri pertambangan. Saat ini, sumberdaya batu kapur ini, sebagian berada dalam kawasan areal penggunaan lain dan sebagian berada dalam areal kawasan hutan lindung. Dalam pengembangan arealnya, berdasarkan usulan Badan Geologi akan tetap ada kawasan konservasi yang disebut Kawasan Bentang Alam Karst (KABK) yang akan tetap menjaga kelestarian lingkungan.

“Kami sangat berharap dukungan dari berbagai stakeholders demi disetujuinya revisi RTRW ini sehingga memberi ruang tumbuhnya industri pertambangan kapur yang mendapat Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Kementerian ESDM dan BKPM. Jika ada investor atau pelaku usaha yang sudah mengantongi IUP ini, maka akan dapat dilakukan proses penambangan batu kapur skala besar di Padang Panjang yang tentunya melibatkan banyak pekerja dan memberikan dampak ekonomi yang sangat signifikan,” terang Fadly.

Untuk menarik minat investor, tambah Fadly lagi, sudah ada Perda No 9 Tahun 2019 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal.

“Saat ini, di Bukit Tui ada sekitar 20-an unit tungku pembakaran kapur milik UMKM yang mengolah batu kapur mentah menjadi kapur tohor dan kapur padam. Mereka memiliki keterbatasan dalam teknologi pembakaran kapur sehingga produk olahan kapur yang dihasilkan relatif kurang baik. Hal ini menyebabkan nilai jual dan daya saing produk menjadi rendah,” jelasnya seraya menambahkan, bisa saja ke depan akan ada industri modern produk olahan kapur Precipitated Calsium Carbonate (PCC) yang beroperasi di Padang Panjang jika pengelolaan kawasan tambang sudah terang.

Menindaklanjuti hasil pertemuan dengan Deputi BKPM ini, dalam waktu dekat akan dilakukan pertemuan lanjutan untuk persiapan penandatanganan kesepakatan antara Pemerintah Daerah, BKPM dan PT Indah Kiat terkait pembelian produk kapur tersebut.(Pul/ Bahrun)


 
Top